"Aku senggamai tiap-tiap buku, dan kalau belum ada bekasnya,
berarti belum orgasme," salah satu kutipan yang sangat aku sukai di
buku Rumah Kertas karya Carlos Maria Dominguez ini. Kalimat tersebut adalah
gambaran bagaimana Carlos Brauer begitu menggilai buku, ia menata dan menyusun
bukunya sedemikian rupa di atas ranjangnya hingga menyerupai kontur tubuh
manusia, memperlakukan buku itu layaknya manusia, bukan sekadar dipajang dan
dirawat, ia membaca dan membuat catatan dari apa yang dibacanya. Bahkan Brauer
tidak segan-segan membuat catatan penting pada marjin buku-buku antik
yang sedang dibacanya. Itulah yang barangkali ia sebut sebagai menyenggamai,
menodai hingga ia orgasme.
Carlos Brauer adalah tokoh yang
menjadi titik bermula proses pencarian tokoh Aku dalam novel tipis setebal 76
halaman ini. Awalnya Aku diminta menggantikan posisi Ibu Dosen Bluma Lenon di
Jurusan Sastra Amerika Latin di Universitas Cambribge, London. Bluma meninggal
karena ditabrak mobil ketika asyik membaca buku lawas Poem karya Emi Dickinson yang baru dibelinya di sebuah toko buku di
Soho.
Di suatu pagi, Aku mendapati
sebuah buku aneh dikirim ke alamat almarhum Bluma. Sebuah terjemahan The Shadow-Line berbahasa Spanyol, La linea de sombra karya Joseph
Conrad, yang dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos
Uruguay tanpa nama dan alamat pengirim. Dari sinilah rasa penasaran Aku mulai
membuncah tak tertahan, penyelidikan tentang asal-usul buku aneh itu membawa
Aku dan kita yang membacanya memasuki semesta para pecinta buku, dengan
berbagai ragam keunikan dan kegilaannya.
Ketika Aku membuka sampulnya, ada
persembahan dari Bluma, tulisan tangan bertinta hijau :
"Buat Carlos, novel
ini telah menemaniku dari bandara ke bandara, demi mengenang hari-hari sinting
di Monterrey itu.Sori kalau aku bertingkah sedikit mirip penyihir buatmu dan
seperti sudah kubilang sedari awal: kau takkan pernah melakukan apapun yang
bisa mengejutkanku. 8 Juli 1996."
Carlos
adalah nama yang menjadi petunjuk. Aku berusaha
mencari identitas si pengirim dengan terlebih dahulu mencari tahu siapa Carlos.
Seorang penulis Uruguay yang menjadi pembicara di konferensi Monterrey, Mexico,
memberi tahu bahwa ada seorang bernama Carlos Brauer, bibliofil dari negerinya,
yang juga menghadiri konferensi itu sebagai pendengar. Si penulis melihatnya
melihatnya pergi setelah makan malam sambil menggandeng Bluma.
Untuk
menuntaskan rasa penasarannya, tokoh Aku menempuh jarak ribuan kilometer, melintas benua untuk
menemui Carlos Brauer. Pencariannya ini mengantarnya bertemu dengan Agustin
Delgado yang juga seorang bibliofil yang sangat mengenal Brauer dan kegilaannya
akan buku.
Singkat
cerita, bertemulah Aku dengan Carlos Breur. Namun, sejatinya, novel yang
berkisah soal pencarian asal-usul buku aneh yang dikirim ke koleganya ini ingin
menyampaikan pesan penting, tentang bibliofil para pecinta buku atau lebih
tepatnya penggila buku yang benar-benar gila dan unik.
Carlos
Brauer dan Agustin Delgado adalah dua orang yang sangat menggilai buku hingga
seluruh rumahnya dipenuhi buku. Brauer memiliki 20 ribu buku yg tersimpan dalam
rak-rak buku besar dari lantai sampai ke plafon. Selain dalam lemari
buku-bukunya juga bertumpukan di dapur, kamar mandi, kamar tidur, di anak
tangga menuju loteng, hingga kamar mandinya. Delgado yang mengira-ngira (karena
dia sudah berhenti menghitung) jumlah bukunya sekitar18 ribu, dan memiliki
kesempatan membaca buku 4 sampai 5 jam sepulang kerja, waktu yang menurutnya
paling menyenangkan.
Cara
membaca Brauer juga sangat eksentrik, dengan lukisan cat minyak yang diterangi
sebuah cahaya lilin.
"...
akan terlihat segi lain yang benar-benar baru. Lukisan itu akan jadi lukisan
baru, bayang-bayang jadi hidup, nyala api memainkan lidahnya, dan seolah-olah
tak ada beda riil antara cahaya yang berasal dari pigmen dan minyak dengan
ruangan tempat karya itu berada ... "
"...
cahaya lilin memberikan sebuah buku pendar tambahan yang bisa memancarkan
nilai-nilai dan kelembutannya dengan ajaib dan jalan-jalan setapaknya pun jadi
kenikmatan tersendiri."
Gila!
Ya, benar-benar sebuah petualangan gila, dan setelah menyelesaikan novel ini,
sebagaimana juga yang dirasakan tokoh Aku, aku menjadi tak berani mendaku walau
sekadar sebagai penyuka buku.
Sebagaimana
ditulis pada halaman ke-17, tentang bibliofil-bibliofil dibagi pada dua
golongan. Pertama, kolektor.
Bibliofil yang bertekad mengumpulkan buku edisi langka, artikel, majalah atau
buku-buku bertanda tangan penulisnya, sekalipun mereka tak pernah membukanya
selain untuk melihat halaman-halamannya (daftar isi). Kedua, para kutu buku. Pelahap bacaan yang rakus, seperti Brauer,
yang sepanjang umurnya membangun koleksi perpustakaan yang penting. Pecinta
buku tulen, yang sanggup mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk buku yang
akan menyita waktu mereka berjam-jam.
Novel
ini benar-benar wajib dibaca bagi pecinta buku.
Barangkali,
setelah membaca buku ini - meski tak perlu segila Brauer - tetapi setidaknya
kita bisa kembali memosisikan buku sebagai bagian dari puncak peradaban manusia
modern, yang begitu dihargai dan dicintai.
Maka,
sebagai generasi yang hidup di era milenial ini, marilah menjadi kutu buku
sebelum mati kutu!
Nyidam banget buku ini, belum kesampaian baca ampe sekarang x))
ReplyDelete