Jika ada
pemimpin yang menyebut dirinya pro wong cilik, peduli terhadap PKL dan
menjadikan buruh dan pekerja sebagai isu utama kampanyenya, tetapi ia masih
memberi kemudahan perizinan toko-toko modern, usaha-usaha ritel, rajin
mengundang investor untuk menanam beton dan membangun ruko di kota
ini, maka
yakinilah, orang tersebut adalah raja
gombal.
Pada tahun
2005, Marjin Kiri menerbitkan karya El Fisgon, Menghadapi Globalisasi: Kiat
Gombal buat Pengusaha Kecil. El Fisgon dalam buku ini mendefinisikan
globalisasi sebagai penjajahan ekonomi dengan skala yang menjangkau semua sudut
dunia, dari Wall Street hingga sudut Jabung, dari Nikkei hingga pedalaman Suoh,
dengan kecepatan dan besaran badainya yang luar biasa.
Jika tak
percaya, silahkan anda datang ke Mal besar di Tanjungkarang, perhatikan atau
tanyakanlah siapa pemilik usaha-usaha besar di Mal tersebut, atau jika lelah
nongkronglah sebuah resto atau cafe, lalu pesanlah secangkir kopi dengan
panganan tradisional, semisal pisang atau singkong goreng yang telah berubah
nama menjadi banana bread, banana caramello, banana cake
atau ketela crispy, maka jangan kaget lihat harganya, kopi dan makanan
yang diambil dan dibeli dari kebun orang tua kita itu, dibeli dengan harga
murah, kemudian dijual kembali ke kita dengan harga yang sangat mahal.
Gagasan
itulah yang sebenarnya hendak disampaikan oleh El Fisgon, tentang ruh dan
perwujudan kapitalisme dalam bentuknya yang paling brutal, dan dampaknya bagi
usaha-usaha kecil dari seluruh dunia, meski di buku ini dia mengambil latar
cerita pengusaha kecil di Meksiko.
Banyak orang terkecoh. Gadis
kampung yang masa kecilnya tumbuh bersama singkong rebus atau singkong goreng, kini tak lagi mau membeli makanan pavoritnya itu di tukang
gorengan di pinggir jalan, ia lebih suka membelinya di cafe-cafe, sambil tak
lupa berselfie-ria, kemudian mengupload foto-foto tersebut di instagram dan
facebook.
Globalisasi
dan kemoderenan memang tak memiliki apapun untuk dijual, hatta sepotong singkong dan pisang goreng sekalipun, ia hanya
memiliki gengsi, prestise dan popularitas palsu, dan
sayangnya semua kepalsuan itu diburu dan dibayar mahal. Orang menjadi lupa
identitas dan autentisitasnya, lupa keringat dan air mata, singkong yang
dibayar rendah 500 perak perkilogram itu, kini harus dibayar 3500 sepotong,
atau senilai 7 kilogram.
Petani
singkong menjerit, pedagang gorengan yang setia menunggu di setiap perempatan
pun harus rela gigit jari, karena anak-anaknya pun sekarang lebih suka membeli
pisang goreng di cafe yang ada di mal-mal, daripada pisang goreng buatan emaknya. Bolu pisang
yang dibuatnya pun seolah serasa tak cocok lagi di lidah anaknya, sejak ada
toko yang menjual prestise, mengganti
nama pisang menjadi Banana.
Sekarang,
apa usaha kecil yang produknya tidak bisa diduplikasi oleh para pemodal besar?
Tidak tersisa sedikitpun, bahkan bukan hanya disajikan di resto dan cafe, dalam
bentuk kripik dan jajanan kemasan juga telah tersedia di toko-toko, kripik singkong yang
diganti dengan nama Qitela, kripik pisang, kripik kentang entah
bernama apa, bahkan
kerajinan-kerajinan seperti pisau dari pandai besi tradisional semua diproduksi
massal dan direbut oleh pemilik modal.
Hal ini
mengaminkan prasangka bahwa para pemodal ini sedang berusaha mengeruk semua hal
dari kehidupan kita, mulai dari bahan baku yang dibeli dengan murah, tenaga
kerja yang juga dibayar dengan murah, termasuk juga menguasai pasar-pasar kita,
dan naifnya konsumennya juga adalah kita, yang ikut membuat mereka semakin
kaya, dan menjadikan warung-warung kecil mati pelan-pelan, karena tidak ada
lagi yang mau belanja di warung.
Maka, ketika
anda masih sering bertemu pemimpin yang senang berkhotbah soal pentingnya
menggerakkan usaha sektor informil, menghidupkan industri-industri rumah tangga
tetapi masih doyan menggusur atas nama relokasi, menjauhkan pedagang dari
pembelinya, tidak memiliki program untuk memberi kemudahan akses permodalan dan
tidak menyediakan pasar yang ramah dan mudah dijangkau oleh pembeli untuk
pelaku usaha kecil, maka palingkanlah muka, karena itu pasti pemimpin culas
bermulut besar, semua kata-katanya adalah omong kosong dan bohong besar.
0 Comments: