Tahun 1936, Kota Metro ketika pertama kali dibuka
merupakan pemukiman kolonisasi yang didatangkan pemerintahan Hindia Belanda
dari daerah Jawa, sehingga dikenal sebagai desa kolonis. Bahkan, hinga sekarang
jejak-jejak sebagai desa kolonisasi masih terasa, salah satu faktanya adalah untuk
menyebut beberapa tempat, seperti Iring Mulyo, warga lebih akrab dengan sebutan
15A, Yosodadi, Yosorejo dan Yosomulyo lebih familiar disebut 21, Mulyojati
disebut 16C, Karangrejo disebut 23, Banjarsari disebut 29, dan seterusnya.
Penyebutan angka-angka tersebut terkait erat dengan
urutan tempat tinggal pertama para kolonisasi, yakni berupa Bedeng (semacam
gubuk) yang diurut dari Bedeng 1 hingga
Bedeng 67, di Gedong Dalem, Kecamtan Pekalongan (kini wilayah Lampung Timur)
sebelum akhirnya disebar untuk membuka lahan, Bedeng 1 di Kecamatan Trimurjo (kini
masuk wilayah Lampung Tengah), Bedeng 14, 15, 16, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29 dan beberapa Bedeng lainnya berada di wilayah Kota Metro, hingga Bedeng 67 di
Kecamatan Sekampung (kini masuk wilayah Lampung Timur).
Secara geografis Kota Metro berada di tengah-tengah
Provinsi Lampung, bertetangga dengan Lampung Tengah sebagai kabupaten induk dan
Lampung Timur (bersama Kota Metro) yang menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) tahun
1999, luas Kota Metro hanya berkisar 68,74 km dengan hanya 5 kecamatan dan 22
kelurahan. Penduduk Kota Metro yang hanya berjumlah sekitar 162.000 sangat
beragam, baik suku, adat-istiadat dan agama. Mayoritas warga Metro adalah suku
Jawa, sisanya Minang, Batak, Madura, Bugis, Palembang dan Lampung.
Kehidupan keagamaan penduduk Metro pun sangat beragam,
meskipun mayoritas beragama Islam, namun hampir seluruh agama dan keyakinan
yang berkembang di Indonesia, berkembang juga di Kota Metro, dan mereka bisa
hidup berdampingan dengan rukun dan tak pernah berkonflik.
Banyak orang berpendapat setelah datang ke Kota Metro,
Kota Metro sangat cocok untuk hunian dan tempat tinggal, penduduknya ramah dan
sangat bersahabat. Warga Kota Metro jauh dari kesan individualistik sebagaimana
kesan warga kota pada umumnya. Pada tahun 2015 yang lalu, Kota Metro masuk
dalam Indek Kota Cerdas Indonesia (IKCI), yang diluncurkan Kompas kerjasama
dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Perusahaan Gas Negara (PGN), bersama
43 kota lain yang berpenduduk kurang dari 200 jiwa.
Dalam peluncuran tersebut Indeks Kota Cerdas Indonesia mengacu
pada tiga faktor utama. Pertama,
faktor ekonomi. Dari sisi ekonomi sebuah kota cerdas adalah kota yang ditopang
oleh perekonomian yang baik dengan memaksimalkan sumber daya dan potensi kota. Termasuk
di dalamnya layanan teknologi, informasi dan komunikasi serta tata kelola
Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik.
Kedua, faktor sosial. Berdasarkan faktor sosial ini penilaian kota cerdas
mengacu pada kota yang masyarakatnya memiliki keamanan, kemudahan dan
kenyamanan dalam melakukan interaksi sosial antar masyarakat dan pemerintah.
Ketiga, faktor lingkungan. Dari sisi lingkungan, kota cerdas dinilai dari
masyarakat yang memiliki tempat tinggal layak huni, sehat, hemat dalam
penggunaan energi. Pengelolaan energi tersebut didukung layanan teknologi dan
informasi dan peranan masyarakatnya yang baik.
Kota Metro, Ruang Publik dan Kreatifitas Warga
![]() |
Kegiatan yang melibatkan banyak komunitas di Taman Merdeka Kota Metro, Tahun 2015. |
Sebagai kota kecil, warga Metro diuntungkan untuk lebih
sering berinteraksi, bertemu dan bersilaturahim, baik pada acara-acara resmi
atau ketika menghabiskan akhir pekan di pusat kota. Biasanya, warga kota setiap
akhir pekan berkumpul di Taman Kota atau pusat-pusat keramaian, ada banyak
aktifitas digelar, mulai para aktifis kota yang berdiskusi, para pedagang kaki
lama yang berjualan, lomba menggambar, foto, membuat sketsa dan
kegiatan-kegiatan kreatif lainnya.
Menjelang akhir abad 20, kreativitas menjadi pendorong
ekonomi kota di seluruh dunia. Para pekerja produktif, terutama di
negara-negara industri maju diberi atribut pekerja kreatif; merekalah yang
menciptakan pekerjaan, gagasan-gagasan baru, serta konten kreatif. Maka tak heran,
meski kecil kreatifitas warga Metro layak mendapat perhatian, hal ini karena
wilayah yang kecil dan jarak yang dekat, memudahkan warga kota bisa sering
berinteraksi, saling menginspirasi dan menularkan kreatifitas.
Pekerja kreatif di Kota Metro berasal dari banyak latar
belakang, para ilmuan, tenaga ahli yang mengabdi di pusat-pusat pendidikan dan
penelitian, arsitek, dan mereka yang bergerak di bidang kebudayaan seperti
penyair, pemusik, desainer, perancang atau pekerja dalam dunia hiburan. Selain
itu para pekerja profesi berbasis pengetahuan, seperti kesehatan, keuangan,
hukum, juga termasuk dalam kelompok ini, mereka berkegiatan dengan berkomunitas
karena kesamaan hobi, dan pada mereka inilah pantas dilekatkan apa yang disebut
ahli sosio-ekonomi Richard Florida sebagai kelas kreatif (creative class) yang menjadi penggerak ekonomi kota di masa depan
Untuk itu, sudah sepatutnya
pemerintah Kota Metro memberikan perhatian lebih pada tempat atau ruang-ruang
publik agar laik menjadi tempat interaksi warga, bertukar gagasan dan saling
menularkan kreatifitasnya.
![]() |
Plan PenataanTaman Merdeka Tahun 2012, tetapi kini justeru penataan taman menyimpang dari masterplan ini |
Berdasarkan data Pemerintah Kota Metro, setidaknya ada 33
taman (ruang publik) yang tersebar di 5 kecamatan yang ada di Kota Metro,
dengan total luas 31.935 M2, meskipun tidak semua taman tersebut populer dan
ramai dikunjungi, seperti halnya Taman Merdeka yang menjadi landmark dan icon Kota Metro. Namun, beberapa taman seperti Taman Kihajar
Dewantara, Taman Mulyojati, dan Taman Terminal Induk bisa mendapatkan perhatian
lebih untuk ditata, dikembangkan dan dikelola dengan baik
![]() |
Plan PenataanTaman Merdeka Tahun 2012, tetapi kini justeru penataan taman menyimpang dari masterplan ini |
Taman Merdeka misalnya, sangat layak dibangun
sesuai konsep dan master plan Walikota
Metro sebelumnya, Rencana penataan Taman Merdeka tersebut paling tidak bisa
menjelaskan beberapa hal sesuai dengan fungsi taman. Pertama, Taman Merdeka dapat berperan sebagai rest area yang nyaman bagi warga. Taman Merdeka dapat dinikmati
oleh semua orang, termasuk warga berkebutuhan khusus, sehingga akses jalan
seperti pedistrian wajib didesain ramah untuk semua.
Kedua, Taman Bunga, bisa memberikan unsur tanaman
hijau yang dominan, baik untuk tanaman peneduh, penghias dan pelapis tanah
(rumput), yang lebih tematik, serta memiliki keragaman yang lebih banyak
seperti tanaman bunga yang akan memberi warna pada Taman Merdeka. Penjagaan
keberadaan taman bunga ini dilakukan dengan memberikan perhatian khusus yaitu
dengan memberi batasan/deliniasi yang jelas sehingga tidak mudah dijamah oleh
pengunjung. Secara fisik dapat dilakukan dengan memagari beberapa bagian dalam
taman kota yang berfungsi sebagai taman bunga.
Ketiga, Ruang Baca dan Koridor Sejarah memberi kesan
Taman Merdeka sebagai ikon Kota Metro yang bervisi Kota Pendidikan. Rencana
pembangunan koridor sejarah secara simbolis menghubungan antara rumah dinas
Walikota saat ini dengan eks pendopo Kawedanan Kota Metro yang kini masih
tersisa (tidak ikut dirobohkan dalam rangka pembangunan Metro Convention Centre), sepanjang koridor tersebut dapat dipajang
display yang menceritakan sejarah Kota Metro sejak zaman kolonisasi hingga
kini, sedangkan ruang baca di salah satu area pojok Taman Merdeka, akan semakin
mempertegas visi Kota Pendidikan.
Gazebo dan Panggung di Taman Kihajar Dewantara |
Taman Kihajar Dewantara, Iringmulyo Metro Timur,
bisa difungsikan dan dimaksimalkan fungsinya dengan melibatkan berbagai
komunitas kreatif yang ada di Kota Metro, sehingga beberapa panggung, area skatepark dan beberapa gazebo yang
tersedia di Taman Kihajar Dewantara bisa dimanfaatkan untuk pentas seni dan
teater, sendra tari, pertunjukan musik atau menjadi ruang belajar bagi pegiat
diskusi dan literasi di Kota Metro.
Taman Mulyojati, lebih-lebih lagi Taman Induk
Terminal Mulyojati yang memiliki area cukup luas dan lebar, di samping bisa
ditata sebagai taman bunga beberapa ruang kosong yang memanjang hingga lebih
dari 100 meter sebelah utara taman bisa dimanfaatkan untuk tempat kuliner
sekaligus sebagai bentuk kongkrit memberdayakan pedagang kaki lima (PKL) dengan
konsep pujasera (foodcourt).
![]() |
Taman Terminal Induk yang sangat luas dan belum termanfaatkan secara maksimal |
Bukan hanya itu, Pemerintah Kota Metro sebenarnya
juga bisa merevitalisasi trotoar di Jalan AH. Nasution yang rimbun karena ada Pohon
Mahoni besar peninggalan Belanda yang tertata rapi sepanjang jalan.
Revitalisasi trotoar menjadi pedistrian lebar 3 meter dengan panjang 500 - 1000
meter, apalagi juga di pinggirnya dibuat wallstory
untuk memajang foto-foto Kota Metro tempo dulu atau foto-foto hasil karya
fotografer dan pelukis di Kota Metro, maka tempat itu bukan hanya akan menjadi
tempat yang nyaman dan asri bagi pejalan kaki, tetapi juga bisa menjadi
destinasi yang menarik, memiliki nilai sejarah dan ramah bagi semua orang.
![]() |
Salah satu sudut Jl. AH. Nasution, tampak Pohon Mahoni besar berjejer sepanjang jalan. |
Begitu juga keberadaan Sumur Putri yang berada
persis di belakang Kewedanan Kota Metro, sumur yang memiliki nilai sejarah dan
dulu menjadi sumber mata air untuk tiga wilayah, Kota Gajah, Trimurjo dan Metro
Kibang, dan Kota Metro sendiri tentunya. Area Sumur Putri yang luasnya lebih
dari 300 meter tersebut, sangat potensial juga menjadi destinasi wisata,
semacam taman yang di dalamnya terdapat pojok sejarah, bangku-bangku yang
didesain berpasangan, karena kehadiran sumur tersebut juga tak lepas dari mitos
keberadaan bidadari atau putri yang turun dari kahyangan untuk mandi, sehingga
sumur tersebut kemudian dikenal sebagai sumur putri.
Sungguh, Kota Metro memiliki ruang publik yang
banyak, yang bisa dimaksimalkan fungsinya. Sehingga secara otomatis
memungkinkan untuk meminimalisir kegaduhan-kegaduhan karena isu ketidakadilan
dan diskriminasi, adanya jarak antara yang empunya dengan yang papa, antara
kelas elit dan alit. Ruang publik bisa berfungsi sebagai rumah bersama yang
melahirkan nalar publik dan kreatifitas untuk menjembatani kesenjangan, semua
bisa birsinergi. Apalagi jika setiap ruang publik tersebut dilengkapi dengan
berbagai fasilitas, seperti jaringan internet gratis, panggung yang disertai
dengan ligthing dan sound yang memadai, dll.
Telah banyak korban dari kota yang salah urus.
Kebakaran terjadi dimana-mana, banjir menjadi ritual tahunan yang menjadi
cerita lazim, perampokan dan pembunuhan di siang hari bolong juga mulai
mengakrabi kehidupan kota, di sisi lain aparatusnya sibuk mengurusi anggaran
dan sesekali waktu mencari kesempatan untuk menyimpangkan anggaran tersebut.
Lantas, darimana memulai cita-cita mengurus kota menuju kota cerdas itu? Untuk
itu, saya berharap Pemerintah Kota Metro, tak terlalu bersemangat membangun
tembok-tembok besar, ruko dan toko-toko ritel yang justeru banyak meminggirkan
hak-hak warga kota. Kota Metro harus lebih interest mengembangkan konsep pembangunan
kota yang hijau, ramah untuk semua warga dengan ragam usia dan kondisi fisik.
Kota Metro tak boleh maju fisiknya, tetapi
justeru warganya teralineasi dari lingkungannya. Kota Metro yang kita impikan
bersama adalah kota cerdas yang manusiawi, karena yang terpenting bagi warga
kota adalah terlayani dengan baik, tidak kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya,
tidak terasing di tengah-tengah bangunan megah, warga kota tetap bisa
berinteraksi layaknya orang kampung, ramah, saling peduli dan tetap bisa bergotong-royong
(urunan) membangun tatanan kehidupan yang tetap humanis.*
.
0 Comments: