"Sepandai-pandai tupai melompat, tak akan pernah menjadi guru olahraga!" Begitu kata pepatah yang telah mengalami bongkar pasang, ku baca di postingan instagram kawan.
Entahlah, sekarang mungkin memang
sedang jamannya bongkar pasang.
Dan, mungkin kawanku ini bongkar pasang pepatah yang sudah dikenal sejak dahulu kala itu bermaksud menyindirku, "bahwa sepandai-pandai kau melancarkan kritik, kau tak akan pernah bisa menjadi kepala dinas PU." Ah, kawanku ini bisa saja.
Kawan, barangkali engkau masih
ingat soal rencana pembangunan komedi putar di tengah taman, meski rencana itu
batal direalisasikan karena ditentang dan dinilai kampungan, namun telah
menghabiskan anggaran lumayan besar untuk studi banding. Tahukan engkau apa
alasannya ketika itu, ketika publik ramai-ramai menolak pembangunan komedi
putar itu, enteng dijawab, "itu kan wacana!"
Kawan, bukankah saat itu sudah
ada master plan pembangunan,
pengembangan dan penataan taman? Mengapa tiba-tiba muncul wacana dadakan?
Bagaimana andai rencana itu tak ditolak? Barangkali, di tengah taman kota saat
ini, engkau akan membaca tulisanku sambil berputar-berputar di komedi putar di
tengah taman itu.
Kawan, kini berulang. Taman kota
yang menjadi titik pusat perhatian, ikon, simbol bahkan representasi kehidupan
kota dan kehidupan warga tiba-tiba berdiri dengan tegak di sudut taman kota
itu, sebuah tulisan yang tak jelas bentuk font-nya, tak jelas pula apa yang
indah dari tulisan aneh itu. Yang jelas hanya komentar kawan-kawanku dari luar
kota, seolah warga kota ini tak paham seni, bahkan lebih miris lagi ada ada
warga sebuah kabupaten di provinsi ini, dengan santai berkomentar,
"main-mainlah ke daerah kami, Bang."
"Alamak, Jang!" Bukan
hendak merendahkan kabupaten tersebut, secara rasio jumlah warganya yang
mengeyam pendidikan tinggi saja jauh tertinggal di bawah warga kota ini, punya
kampus perguruan tinggi pun masih berbilang tahun, alih-alih jika hendak membandingkan
indeks pembangunan manusia-nya. "Jauh, neng!"
Memang sih, dalam beberapa hal,
pejabat kota kami ini pernah meniru acara kalian. Soal tugu, tulisan atau
segala hal yang bisa menjadi spot wefie
dan selfie, diam-diam dalam hati aku
memang mengakui bahwa daerah kalian memang lebih keren dari kota kami. Sudah ku
bandingkan tugu gerbang masuk kota ini, telah ku sanding juga foto beberapa
nama taman di kota ini dengan tugu dan tulisan di beberapa tempat kalian,
hasilnya; sepertinya memang kami harus belajar dari daerah kalian.
Eits, tapi
tunggu dulu. Apa yang kalian lihat hari ini, itu belum final. Itu baru usulan cover, biasakanlah untuk tidak buru-buru
menilai hanya dengan melihat cover-nya.
"Tunggulah hingga rampung, pembangunan itu masih dalam proses, jadi belum
terlihat bagus." Setidaknya begitu kawanku mengabarkan di suatu pagi.
Aku tentu saja percaya kabar yang
dikirimkan kawanku itu. Percaya dia sudah mengonfirmasi soal biaya pembangunan
taman yang berjumlah 800 juta itu,percaya bahwa akan selalu ada jawaban dari
setiap pertanyaan pewarta, termasuk jawaban soal font tulisan di sudut taman yang ku nilai lucu dan tak bagus itu,
jawabannya; "itu belum rampung!"
Aku percaya kawanku. Aku juga
percaya para pejabat di kotaku ini, pandai bersilat lidah! Aku juga percaya
soal keahlian mereka.
Tabik.
Rahmatul
Ummah, Warga Yosomulyo.
Comments
Post a Comment