Perayaan Maulid Nabi seringkali
dimaknai sebagai simbol cinta dan ekspresi suka cita atas peringatan kelahiran
Nabi Muhammad SAW, bahkan fakta historis memaparkan bukti spirit maulid
memiliki dampak positif terhadap semangat perjuangan Islam, sebagaimana
peringatan maulid Nabi pertama kali dirayakan pada masa Sultan Shalahuddin Al
Ayyubi dari Dinasti Mamalik (1193 M) dengan tujuan mengobarkan semangat kaum
muslim untuk menang dalam medan pertempuran perang salib (the crusade), ada juga pendapat perayaan maulid telah dimulai
sejak Dinasti Fatimiyah (909-1171 M)
seperti bisa dilacak pada karya-karya al Qasqashandi (w. 1418 M) dan al Makrizi
(w.1442 M).
Namun, terlepas dari perbedaan
pendapat tersebut, maulid Nabi sudah menjadi tradisi Islam yang memiliki spirit
transformatif yang bertujuan mengenang sejarah perjuangan Nabi Muhammad,
meskipun di beberapa tempat masih terkesan sekadar menjadi serimonial meriah
dengan membaca sholawat, Al Barzanji, Ad Dibai, Burdah, Simtud Durar
dan lainnya, daripada menjadi ruang reflektif untuk mengevaluasi komitmen dan
konsistensi meneladani dan meneruskan perjuangan Rasulullah SAW, terutama
perjuangan Nabi dalam membela hak-hak kaum
mustadhafien., termasuk para pedagang kecil seperti PKL.
Semua buku sejarah, menuliskan
bahwa bahwa bagian dari perjalanan dan perjuangan Muhammad adalah sebagai
pedagang yang jujur, yang memulai usahanya dari kecil (tanpa modal dan tanpa
koneksi), karena kejujurannya beliau kemudian dipercaya menjadi mudhorib (manager) oleh Khadijah, salah
satu shahibul maal (investor) besar
di Mekkah.
Sebagai pengusaha muda yang masih
berusia belasan tahun, Muhammad harus bersaing dan berjuang dengan
pemodal-pemodal besar yang sering berlaku curang, memonopoli pasar dan memiliki
koneksi luas, semacam usaha ritel saat ini. Dan, Etika kemanusiaan (human etic) seperti kejujuran, amanah,
tidak mengambil keuntungan berlipat ganda (adh’afan
mudha’afah), tidak menyuap dalam memuluskan bisnis, tidak dzalim dan
memonopoli usaha adalah beberapa prinsip dan etika bisnis yang dipaktikkan
Muhammad.
Muhammad tak pernah mencari
keuntungan besar dari perniagaannya, baginya meski margin pertransaksinya kecil, tetapi volume penjualan besar adalah
lebih penting, sehingga lewat strategi itu ia bisa menguasai pasar. Pada usia
25 tahun, Muhammad sudah sukses menjalankan perniagaannya, sehingga di usia
tersebut dia berani menikahi Khadijah dengan mas kawin 125 ekor unta terbaik.
Dalam buku Muhammad A Trader karya
Afzalur Rahman dijelaskan bahwa ketika menginjak usia 17 tahun, Muhammad telah
memimpin kafilah dagang hingga ke luar negeri. Reputasi dan integritasnya
sangat cemerlang. Dia dikenal di Syam, Yaman, Yordania, Irak, dan pusat-pusat
perdagangan lain. Tercatat 17 negara telah ia kunjungi untuk berdagang.
Selain jujur dan amanah, Muhammad tidak pernah mematikan
bisnis orang lain, etika dan prinsip
bisnis inilah yang akhirnya diikuti, diteladani dan menjadi kegandrungan para
pedagang di Jazirah Arab selanjutnya.
Mestinya, konteks perayaan maulid
pada saat ini, spiritnya bukan lagi untuk mengobarkan semangat juang perang dan
memenangkan peperangan bersenjata, melainkan mulai digeser pada strategi
perjuangan untuk mengadvokasi kelompok lemah (mustadhafien) seperti pelaku
usaha kecil dan mikro, yang semakin hari semakin tergerus dan terdesak oleh
para pemilik modal. Pemodal bukan hanya menguasai setiap lahan bisnis produktif
di kota, tetapi juga mulai merambah desa dan kampung-kampung, yang bisa
mematikan usaha rakyat kecil.
Spirit maulid, sebagai spirit
untuk meneladani kehidupan Muhammad seharusnya tidak berhenti pada
perayaan-perayaan formal dengan meninggalkan substansi spirit positif perayaan
Maulid. Sebab, semangat juang yang harus terus digelorakan dan dijaga
semangatnya tidak hanya berlaku untuk perang bersenjata, tapi bisa juga berlaku
pada semangat juang membela kaum mustadhafien,
memberdayakan ekonomi umat dengan memberantas korupsi, monopoli usaha,
kriminalitas bisnis dan kemiskinan.
Pedagang Kali Lima (PKL) yang
seringkali menjadi pesakitan dan korban dari kebijakan penguasa dan pengusaha,
harus menjadi salah satu target yang niscaya dijamah oleh spirit maulid. Usaha
kecil para PKL tidak boleh mati karena adanya monopoli pasar pemilik bisnis
ritel. Pembangunan mart-mart harus dihentikan dan ditolak, bahkan dilawan jika
tetap dipaksakan berdiri di tengah-tengah usaha kecil warga, karena ketika
mereka diberikan kesempatan berdiri dan membuka usaha, maka saat itu juga
seluruh pasar warung dan usaha kecil akan habis dan beralih kepada mereka.
Maraknya ritel-ritel modern
menjadi ancaman serius, meminjam istilah KH. Ubaidillah, Rais Suriah PWNU Jawa
Tengah, usaha ritel tersebut bisa menimbulkan dharar (bahaya), dalam jangka waktu pendek, menengah maupun dalam
jangka waktu yang panjang, karena keberadaan pasar-pasar modern tersebut dalam
pandangan beliau, mengakibatkan terjadinya monopoli ekonomi oleh kaum borjuasi.
Pendapat yang disampaikan dalam
Forum Bahtsul Masail, yang dihadiri Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (PCNU) dan
pondok pesantren se-Jawa Tengah yang
berlangsung di Pondok Pesantren Al Asnawi Kabupaten Magelang, tanggal 5
Desember tahun lalu, diputuskan haram hukumnya bagi pemerintah memberi izin
usaha-usaha ritel, toko berjejaring dan modern, menemukan relevansinya dengan
spirit maulid.
Fatwa para kyai dalam Forum
Bahtsul Masail tersebut layak diapresiasi sebagai sikap keagamaan yang
transformatif dan revolusioner, yang menunjukkan spirit kekuatan ideologi
populistik yang mampu membebaskan manusia dari belenggu-belenggu penindasan.
Sebagai kekuatan ideologis yang transformatif, Islam memang sudah seharusnya
menjadi kekuatan transformatif dan solutif dalam menjawab problematika sosial
di tengah masyarakat kita.
Dalam konteks ini, Islam haruslah
menjadi gerakan pemberdayaan dan perlawanan masyarakat (empowerment) terhadap segala kebijakan yang dzalim dan berpihak
kepada pemodal, sehingga Islam mampu menjadi kekuatan pembebasan dari
kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakadilan sosial.
Banyaknya problem sosial yang
hanya menjadi tontonan, mulai dari kemiskinan, tergusurnya para PKL secara tak
manusiawi, kebodohan, pemberangusan hak buruh dan lain sebagainya, selama ini belum
menjadi atensi dan perhatian lembaga dan ormas keagamaan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI),
lembaga yang kerap mengklaim sebagai refresentasi para ulama dan popular doyan
mengeluarkan fatwa, selama ini juga terkesan diam membisu melihat penindasan
yang terjadi di tengah masyarakat.
Maka, pemberian fatwa haram pemberian izin usaha ritel oleh Forum Bahtsul Masail PWNU Jawa Tengah, adalah langkah kongkrit untuk mengadvokasi kepentingan rakyat dalam hal kemandirian ekonomi berbasis maslahah, sebagaimana yang telah diamanatkan Pancasila dan UUD 45. Apalagi, keberadaan toko-toko modern yang menggunakan konsep waralaba atau franchise telah terbukti banyak merugikan perekonomian warga, dengan tutupnya banyak warung di sekitar toko-toko ritel modern tersebut.
Sebagaimana diakui oleh KH. Hudallah Ridwan, dalam konteks menegakkan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang senyawa dengan semangat Islam, mestinya pemerintah dalam memberikan keputusan selalu berpijak kepada kepentingan rakyat, tasharruful imam manuthun bil mashlahatir ra’iyyah.
Jika pemberian izin berdampak pada kerugian yang dialami oleh pedagang-pedagang kecil maka izin tidak boleh dikeluarkan. Para pedang kecil ini menempati jumlah mayoritas, apabila izin usaha sudah terlanjur dikeluarkan pemerintah, maka harus ditinjau ulang. Apabila jelas berdampak pada kerugian para pedagang kecil, maka izin itu harus dicabut, adldlarar yuzalu (bahaya harus dihilangkan).
Untuk itu, momentum maulid kali ini harus menjadi ruang rekflektif dan evaluatif tentang pola keagamaan yang selama ini kita praktikkan, jangan sampai sholawat berkumandang dengan suara merdu di penjuru daerah namun di situ juga banyak probem sosial dan penindasan yang hanya menjadi tontonan.
Selamat Ulang Tahun Ya Nabi, semangat dan keteladananmu selalu kami kenang dan amalkan.
Maka, pemberian fatwa haram pemberian izin usaha ritel oleh Forum Bahtsul Masail PWNU Jawa Tengah, adalah langkah kongkrit untuk mengadvokasi kepentingan rakyat dalam hal kemandirian ekonomi berbasis maslahah, sebagaimana yang telah diamanatkan Pancasila dan UUD 45. Apalagi, keberadaan toko-toko modern yang menggunakan konsep waralaba atau franchise telah terbukti banyak merugikan perekonomian warga, dengan tutupnya banyak warung di sekitar toko-toko ritel modern tersebut.
Sebagaimana diakui oleh KH. Hudallah Ridwan, dalam konteks menegakkan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang senyawa dengan semangat Islam, mestinya pemerintah dalam memberikan keputusan selalu berpijak kepada kepentingan rakyat, tasharruful imam manuthun bil mashlahatir ra’iyyah.
Jika pemberian izin berdampak pada kerugian yang dialami oleh pedagang-pedagang kecil maka izin tidak boleh dikeluarkan. Para pedang kecil ini menempati jumlah mayoritas, apabila izin usaha sudah terlanjur dikeluarkan pemerintah, maka harus ditinjau ulang. Apabila jelas berdampak pada kerugian para pedagang kecil, maka izin itu harus dicabut, adldlarar yuzalu (bahaya harus dihilangkan).
Untuk itu, momentum maulid kali ini harus menjadi ruang rekflektif dan evaluatif tentang pola keagamaan yang selama ini kita praktikkan, jangan sampai sholawat berkumandang dengan suara merdu di penjuru daerah namun di situ juga banyak probem sosial dan penindasan yang hanya menjadi tontonan.
Selamat Ulang Tahun Ya Nabi, semangat dan keteladananmu selalu kami kenang dan amalkan.
0 Comments: