Sore itu, beberapa
orang laki-laki terlihat sedang duduk santai di halaman, tepatnya di area
parkir Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)atau lebih dikenal dengan Rumah Bersalin
(RB) Santa Maria. Halaman yang terlihat sangat rapi dan bersih itu, menjadi
alasan saya untuk menolak ajakan Paulus Triadi Santoso yang akrab disapa Mbah
Riri (70),
seorang Satpam yang telah mengabdi 36 tahun di Rumah Sakit tersebut,
untuk berbincang
di dalam ruangan.
“Maaf, saya baru bisa menyempatkan diri untuk ngobrol,” Mbah Riri
membuka obrolan, Senin sore di
penghujung Maret tahun 2016 yang lalu. Saya memang lumayan lama menjadwalkan untuk wawancara dengan pengelola
Santa Maria.
Santa Maria yang terletak di tengah-tengah Kota Metro, di sebelah
Gereja Hati Kudus dan tepat di
seberang pojok kanan Taman Merdeka, adalah rumah
sakit tertua yang didirikan pada tahun 1938, dengan nama St. Elisabeth atas prakarsa
suster-suster Fransiskan di bawah penanganan Pastor M. Neilen,
SCJ, sekaligus sebagai imam Gereja pertama yang tinggal di Kota Metro, setelah dibukanya stasi misi kedua
di luar Tanjungkarang, pada tanggal 1 Februari 1937.
Hal tersebut sesuai dengan
pengakuan KH. Arief Mahya dalam tulisannya, Mengenal Seluk Beluk Metro Tempoe Doeloe
di HU. Lampung Post, 11 Juni 2014, bahwa sejak Metro
dibuka hingga 1952 di Metro hanya ada 1 rumah sakit, yaitu rumah sakit bersalin
kepunyaan Misi Katholik, bagian depannya dipakai Dinas Kesehatan Pemerintah
sebagai balai pengobatan dengan dr. Soemarno pimpinannya, dibantu R.
Sosrosowdarmo, Sarindo Hasibuan, dan lain-lain mantri kesehatannya.
Tulisan
KH. Arief Mahya tersebut berkesesuain pula dengan yang tertulis dalam sejarah Rumah
Sakit Umum Ahmad Yani, bahwa pada tahun 1953, sejak fungsi pelayanan kesehatan sudah dapat ditingkatkan melalui keberadaan
penggabungan bangsal umum pada unit pelayanan kesehatan Katolik (sekarang
RB.Santa Maria) sebagai rawat inap bagi pasien, dan pada tahun 1970 bertambah
lagi sarana bangsal perawatan umum dan perawatan bersalin. Selanjutnya, pusat pelayanan kesehatan inilah
yang menjadi cikal bakal RSU Ahmad yani, dan Santa Maria menjadi fokus memberi
layanan perawatan bersalin.
Namun,
jauh sebelum itu, keberadaan Rumah Sakit Santa Maria, mengalami pasang surut,
bahkan sempat dikuasai oleh Jepang.
Menurut
Mbah Riri dan sesuai dengan sumber yang berhasil saya telusuri, pada tanggal 20 Februari 1942,
Jepang menguasai Lampung. Pada bulan April pada tahun yang
sama semua imam dan suster ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, Rumah
Sakit Katolik di Metro diambil alih oleh Jepang dan gereja digunakan sebagai
barak-barak!
”Santa Maria ini dulu sempat
dikuasai Jepang. Beberapa suster dan Imam gereja ditangkap," jelas Mbah
Riri.
Mbah
Riri juga menuturkan, bahwa model bangunan Santa Maria berusaha mempertahankan
model bangunannya sejak awal.
"Ini bangunan tua, dulu terbuat
dari papan, kemungkinan malah sebelumnya terbuat dari geribik, kemudian direhab
karena sudah lapuk, hanya jendelanya yang masih dipertahankan sesuai bentuk
awal,” jelas Mbah Riri.
Mbah Riri, lelaki tua yang telah mengabdi di
RB Santa Maria selama 36 tahun tersebut, sebelumnya juga bekerja di POM Bensin
milik H. Jalal, Pom Bensin pertama yang dulunya berlokasi di Pos Polisi Tugu
Pena Kota Metro, sehingga wajar ia banyak mengetahui cerita Kota Metro pada
masa lalu, termasuk sejarah Rumah Sakit Santa Maria.
"RB. Santa Maria berada dibawah
Yayasan St. Georgius yang berpusat di Kabupaten Pringsewu, pada masa Belanda
sebenarnya tidak khusus menangani ibu dan anak saja, tetapi juga menangani
seluruh pasien umum," jelas Mbah Riri.
“Zaman Belanda dulu
kan belum ada rumah sakit yang lain, rumah sakit inilah yang menangani para
pekerja yang sakit, baik sakit malaria atau jenis penyakit lainnya. Tapi sejak
berdirinya Rumah Sakit Umum (RSU) Ahmad Yani, yang dulunya bernama Balai
Kesehatan milik pemerintah, sejak itulah kemudian Santa Maria khusus melayani
pasien bersalin (ibu dan anak),” lanjutnya.
Keladiran RSU Ahmad Yani
Rumah Sakit Umum Ahmad Yani secara sah
berdiri sebagai Rumah Sakit Umum Daerah tipe D tahun 1972, berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No.031/BERHUB/1972. Sebelumnya tahun 1951 bernama
Pusat Pelayanan Kesehatan (Health Center),
Pada tahun 1953 fungsi pelayanan
kesehatan masih mengandalkan keberadaan penggabungan bangsal umum pada unit
pelayanan kesehatan Katolik St. Elisabeth (sekarang
RB.Santa Maria), sebagai rawat inap bagi
pasien, dan pada tahun 1970 bertambah lagi sarana bangsal perawatan umum dan
perawatan bersalin.
Kehadiran RSU Ahmad Yani cukup membantu
menangani pasien yang semakin meningkat dari masa ke masa, seiring denngan
pertumbuhan jumlah penduduk yang berdiam di Kota Metro (dulu Lampung Tengah)
dan sekitarnya, meski sebagian masyarakat juga masih ada yang mengandalkan jasa
dukun baik untuk berobat maupun dukun beranak untuk membantu persalinan.
“Anak saya lima, semuanya lahir di
Santa Maria,” ujar Mbah Martini sambil memperkenalkan anak tertuanya Sunaryanto
yang kini berusia 53 tahun.
Sebagai rumah sakit tertua RB. Santa Maria masuk dalam
12 cagar budaya yang ada di Kota Metro.
Comments
Post a Comment