Novel ini sungguh mengingatkanku
pada kebiasaan menuliskan surat untuk kawan ketika masih di pesantren dulu,
tentang kawan yang sedang kepayang kepada adik kelas. Belasan surat dikirim
lewat lipatan buku, atau diselipkan di balik mushaf al Qur'an, namun entah
berapa kertas harum bercorak gambar aktor ganteng Jimmy Liem atau Aaron Kwok
habis, namun tak pernah digubris sang gadis, alih-alih berbuah manis.
Semakin lama, hanya desir rindu yang melanda. Sampai remuk
menelusup relung, hingga perih mengiris rusuk yang berkabung, di sini cerita
tentangmu akan tetap utuh untuk bernaung. (hal. 19).
Itu benar-benar kata-kataku yang
ku gores dengan segenap keperihan, seolah hendak ikut berduka atas nasib kawan
yang cintanya tak kunjung diterima. Meski kala itu, pesimisme tetap saja ku
garami dengan optimisme. Tak mengapa,
cinta tak berbalas, karena bagiku engkau mau menerima surat ini, telah melebihi
kebahagiaanku naik kelas. Kala kau terus melangkah menjauh dariku, tak perlu
menengok ke belakang, sisakan saja jejakmu, agar surat-suratku tetap sampai
di tujuan.
Maaf, aku hanya sedang membuka kembali memori yang mengalun dan
terhentak akan kenangan menahun. Untukmu masa lalu, terimakasih atas lakumu nan
anggun.
Meski, kawanku tak sesial kisah cerita
penulis di novel ini, karena entah di surat ke berapa puluh, akhirnya jawaban
yang ditunggunya tanpa lelah, di satu waktu selepas magrib, datang menyelinap
di balik majalah, bersampul merah muda. Surat itu dibacanya berkali-kali hingga
pagi. Cintanya diterima, menjelang 3 bulan sebelum kelulusan.
Wira Nagara, penulis novel Distilasi Alkena; Denganmu, Jatuh Cinta
Adalah Patah Hati Paling Sengaja adalah komika lulusan SUCI 5, penampilannya
memang ngesselin dan bikin gemes
sekaligus mellas, hingga tak tega
untuk memarahinya, meski berulang-ulang membuat jengkel.
Setelah sukses membuat jumpalitan
ingatanku ke masa lalu, mengenang perihnya perjuangan kawan, ternyata tak
membuat novel karya Wira ini berhenti. Di bagian Difraksi
Kafsaisin, ia mengoyak memori hingga tulang rusukku. Kali ini bahkan bukan
hanya kenangan tentang kawan, tetapi dengan cekatan ia menyinyiriku. Mencintai
dalam diam.
Rinduku adalah barisan tanpa titik koma. Ia menyadur dalam resah,
membuku dalam gelisah, kemudian terbit dalam lantunan doa pasrah, (hal. 63).
Begitulah novel ini, meski
menggunakan istilah-istilah kimia rumit yang berhasil dijelaskan, secara piawai
penulisnya juga mengaitkan dengan apa yang akrab dengan suasana hati para
remaja. Al hasil, novel ini sangat refresentatif untuk mewakili perasaan semua
orang. Merekam setiap peristiwa, seakan semua mengalaminya, menjadi tokoh dari
setiap cerita yang ada di dalamnya.
Maka, sekali lagi atas nama semua
orang yang membenci buku, tak menyukai bacaan dan sedang patah hati, lama menjomblo
serta cintanya selalu bertepuk tangan, buku ini saya rekomendasikan untuk
dibaca, tetapi sebelumnya, jauhkan tali, silet, pisau, obat nyamuk cair dan
segala jenis benda keras, serta dilarang membaca di ketinggian. Doaku, setelah
membaca buku ini, menjadi titik awal tumbuhnya cinta. Mencintai buku!
Satu-satunya kekurangan novel ini
adalah, ia tak layak dibaca oleh usia 30-an ke atas, terkhusus mereka yang tak
pernah memiliki masa lalu. Tak punya kenangan berjuang untuk mendapatkan cinta,
tak pernah memiliki air mata yang tergenang kala senja. Menikmati pantulan cahaya
senja di atas laut, yang kemudian pudar dan berganti gelap.
Sekali lagi, buku ini jelek bagi
mereka yang tak pernah punya masa lalu alay,
lebih jelek lagi bagi mereka yang tak punya masa depan.
![]() |
Ini adalah wajah Wira, si Penulis yang ngesselin itu. |
Data Buku :
Judul : Distilasi Alkena; Denganmu, Jatuh Cinta Adalah Patah Hati Paling Sengaja
Penulis : Wira Nagara
Penerbit : Media Kita
Tahun Terbit : 2016
Tebal : 172 Halaman
0 Comments: