Tersebut
dalam sebuah kisah pewayangan, Subali dan Sugriwa. Dua bersaudara yang masa
kecilnya selalu ribut. Suatu waktu, mereka memperebutkan “cupu manik astagina”, tak bisa dilerai dan dihentikan, ayahnya
kemudian melempar cupu tersebut ke telaga Madirda, Subali dan Sugriwa akhirnya ikut menceburkan diri ke dalam telaga,
dan betapa kagetnya mereka begitu keluar dari telaga, tubuh mereka telah ditumbuhi
bulu yang banyak, dan mereka berubah menjadi kera.
Subali dan
Sugriwa pun menangis menghadap sang Ayah, berjanji tak lagi akan ribut berebut
mainan. Mereka pun dinaseheti, agar belajar mengendalikan diri, di mulai dari
mengendalikan fisik, makan dan minum, mengendalikan energi, mental, emosional
dan intelegensia. Mereka
berdua diperintah Ayahnya untuk bertapa, agar bisa melampui sifat kekeraan,
yang serakah, sembrono dan terburu-buru.
Subali dan
Sugriwa pun menjalani tapa pertapaan
hingga bertahun-tahun, namun sifat mereka tak juga kunjung berubah.
Hingga suatu
ketika, mereka mendapat tantangan dari para Dewa untuk membunuh dua raksasa,
Lembusura dan Maesasura, yang selama ini menjadi musuh para Dewa. Maka,
berangkatlah Subali dan Sugriwa menuju Goa Kiskenda. Setibanya di depan mulut
Goa, Subali meminta kepada Sugriwa untuk menunggu di luar, dan berpesan :
“Darahku putih, apabila di mulut goa ini mengalir keluar darah
merah berarti aku menang, apabila yang mengalir darah putih, berarti aku mati,
maka tutuplah goa ini dengan batu besar dari luar, sehingga kedua raksasa itu
tidak bisa keluar lagi.”
Lamat-lamat dari dalam Goa terdengar pertempuran
sengit, dan tak lama kemudian mengalirlah darah merah bercampur darah putih
keluar dari Goa, maka Sugriwa segera menutup Goa, dan melaporkan kejadian
tersebut kepada para Dewa, bahwa Lembusura dan Maesura telah mati, tetapi Subali
juga ikut terbunuh, karena yang mengalir ke luar dari Goa adalah darah merah
bercampur darah putih.
Begitulah kesemberonoan dan ketergesaan Subali
menyampaikan pesan kepada Sugriwa, padahal ia tahu bahwa Lembusura dan
Maesasura juga punya darah putih yang ada di otaknya. Pun, sama halnya dengan
Sugriwa yang tergesa-gesa menutup pintu Goa, padahal sebenarnya yang terbunuh
adalah Lembusura dan Maesasura, dan darah putih yang mengalir bersama darah
merah tersebut adalah berasal dari otak Lembusura dan Maesasura yang pecah, dan
sangat sedikit.
Namun, kesempatan itu seolah memang sedang ditunggu
oleh Sugriwa, agar hadiah yang dijanjikan oleh para Dewa tidak jatuh ke tangan
Subali. Sugriwa paham bahwa yang mengalahkan raksasa adalah Subali, sehingga
yang berhak mendapat hadiah adalah Subali, akan tetapi Sugriwa tetap mau
menerima tahta dan hadiah Dewa, dengan alasan Subali telah mati. Maka, Sugriwa
kemudian menjadi raja kera dan memerintah istana Kiskenda serta mendapat hadiah
Dewi Tara yang cantik sebagai isterinya.
Begitulah Sugriwa menikmati kekuasaan dari perjuangan
Subali, sedangkan Subali yang telah berhasil mengalahkan dua raksasa Lembusura
dan Maesasura, harus dengan susah payah keluar dari Goa yang tutup rapat oleh
Sugriwa, hingga berbulan-bulan lamanya. Dan, betapa kecewanya ia setelah
mendengar Sugriwa sudah menjadi
raja dan mendapatkan istri Dewi Tara.
Subali marah, ia pun bermaksud hendak menyerbu Sugriwa,
tetapi ia segera mengurungkan niatnya begitu mengingat pesan ayahnya.
“Subali dan Sugriwa, pada suatu saat kalian akan
menjadi raja kera. Subali kau akan membantu dunia melenyapkan raksasa musuh Dewa.
Hari ini kalian berselisih memperebutkan “cupu” mainan, karena kalian masih
anak-anak. Pada suatu saat kau akan berselisih dengan adikmu memperebutkan
tahta dan wanita. Manusia tak pernah lepas dari keterikatan. Di waktu anak-anak
obyek keterikatan adalah mainan, menjelang dewasa obyek keterikatan adalah
lawan jenis. Setelah merasa mandiri, obyek keterikatan adalah harta dan tahta,
dan di masa tua obyek keterikatan adalah obat-obatan.”
Subali akhirnya sadar bahwa ada misteri dalam setiap
nasib. Mungkin apa yang ia dapatkan juga karena datangnya akibat dari perbuatan
dirinya di kehidupan yang lalu. Ia pun akhirnya meluapkan kemarahannya dengan
melayani ajakan Rahwana mengadu ilmu
kanuragan, yang belakangan kembali menghasutnya untuk menyerbu Sugriwa setelah
Rahwana berpura-pura menjadi murid Subali.
Dalam kehidupan politik dan kekuasaan, peristiwa yang
dialami Subali dan Sugriwa juga tak terlalu asing, bahkan acap hadir dalam
keseharian kita, ada banyak sosok Sugriwa yang berkeliaran di lingkungan tempat
tinggal kita. Ada banyak politisi yang sembrono, tergesa-gesa dan tak memiliki
perencanaan, serakah dan tamak duduk di kursi empuk kekuasaan. Mereka
mengorbankan dan melupakan perjuangan dan mengabaikan amanah rakyat yang telah
memilihnya, bahkan sebagian mereka ada yang mengorbankan saudaranya seperti
Sugriwa mengorbankan Subali.
Andai para politisi yang berebut kekuasaan yang dilatarbelakangi keserakahan itu
bernasib sama seperti Subali dan Sugrawa, ditumbuhi bulu yang banyak dan
berubah menjadi kera?
0 Comments: