![]() |
Selepas Subuh, saya memilih dan
menyiapkan beberapa buku yang akan saya kirim ke salah satu Taman Baca Masyarakat
(TBM) yang ada di salah satu daerah terpencil di Jawa Timur, Rumah Belajar FMS2
Kecamatan Sapeken. Tak banyak, hanya sekitar 8 - 10 eksemplar buku.
Sebenarnya, saya telah menyiapkan
buku itu sebulan sebelumnya, bahkan bermaksud mengirimnya tanggal 17 April yang
lalu (tanggal 17 setiap bulan, adalah hari kirim buku gratis untuk taman baca
masyarakat yang terdaftar). Namun, berdasar penjelasan Mbak-Mbak penjaga loket di Kantor Pos, tanggal 17 April bertepatan
dengan hari pencoblosan (Pemilu) yang menjadi hari libur nasional, dan Kantor
Pos tidak melayani pengiriman gratis pada bulan itu, berbeda dengan bulan Maret
yang tanggal 17-nya jatuh di hari Minggu, paket pengiriman buku gratis dilayani
pada tanggal 18, hari Seninnya.
Hari itu, Selasa, 16 April saya tetap
mengirimkan paket buku seberat 10kg menggunakan jasa pengiriman biasa dengan
biaya mepet 300ribu. Dan paket kiriman untuk FMS2 harus rela dibawa pulang, karena
uang yang dibawa tak mencukupi lagi untuk biaya pengiriman. Mbak-nya juga menyarankan untuk
bersabar, karena paket pengiriman gratis bisa dilakukan bulan depan.
Setelah menghubungi pengurus
FMS2, "tak masalah!" Singkat cerita, menunggu tanggal 17 di bulan Mei
akhirnya tiba, saya sangat yakin bahwa kali ini tak mungkin misinya gagal,
mengirimkan buku gratis untuk taman baca masyarakat di daerah terpencil. Saya
pun menambahkan beberapa buku tipis untuk bacaan anak-anak.
Di siang yang terik, saya
melajukan sepeda motor menuju Kantor Pos. Sepi. Tak banyak kendaraan yang
terparkir di halaman. Begitu memasuki ruangan kantor pos yang adem, saya langsung
di sambut oleh customer servis, Mbak-mbak
yang ramah dan cantik, ditanyakan keperluan dan maksudnya.
Namun, suasana adem ruangan kantor pos dan kecantikan mbak-mbak yang ramah tersebut, tiba-tiba
menjadi tidak bermakna sama sekali, saat mereka mengatakan bahwa pengiriman
buku gratis dihentikan sementara sampai batas waktu yang belum ditentutukan.
Dan, buku yang terlanjur ditimbang itu, dikenakan biaya paket pengiriman 80ribu
lebih untuk 1,3kg. Duh, dan di
kantong uangku hanya tersisa 50ribu rupiah.
Malu, Rek!
Buku dan Daerah Terpencil
"Abang, kenapa tak pernah update postingan buku pdf. lagi di www.omah1001.com?"
salah satu mailbox yang dikirim
seseorang yang mengaku tinggal di Sulawesi Tenggara.
Dilema. Di satu sisi, saya tentu ingin
membantu saudara-saudara saya di daerah terpencil untuk dapat mengakses bacaan bermutu,
caranya hanya ada dua; pertama, mengirimkan
mereka buku dengan memanfaatkan paket pengiriman gratis dari Kantor Pos, dan kedua, menyebarkan postingan buku pdf (e-book) lewat blog.
Cara pertama sebisa mungkin saya
lakukan sebulan sekali, meski hanya bisa mengirimkan buku dua hingga lima
eksemplar saja. Keterbatasan dana untuk membeli banyak buku tentu menjadi kendala
tersendiri bagi saya, terlebih ketika akhir tahun 2018 ada rencana menghentikan
program pengiriman buku gratis yang telah berjalan sejak Mei 2017 tersebut, dan
kini Mei 2019 sepertinya rencana penghentian program itu benar-benar terjadi.
Tentu biaya yang dibutuhkan untuk membantu bahan bacaan kawan-kawan di daerah
terpencil akan semakin berat.
Cara kedua, memposting e-book di blog juga bukan tak punya
resiko, mulai diprotes kawan dekat, para penulis hingga disomasi oleh beberapa
penerbit. Menyebarkan buku-buku tersebut dianggap sebagai perbuatan ilegal,
sama dengan perilaku pembajakan.
Terhadap keberatan penerbit saya
barangkali masih bisa berdalih dan masabodoh,
bahwa saya menyebarkan buku-buku tersebut (pdfnya)
bukan untuk kepentingan komersil, terlebih ketika mengetahui ada beberapa
penerbit yang tidak berlaku 'manusiawi' dan 'adil' kepada beberapa penulis,
dengan mengambil keuntungan dari perasan keringat dan otak penulis.
Namun, terhadap kawan-kawan
penulis, yang saya tahu uang dari hasil penjualan bukunya tak seberapa, saya
tak bisa menjawab apa-apa. Selain menghentikan penyebaran e-book (pdf) tersebut, kecuali diperbolehkan. Mengetahui boleh atau
tidak itu, penulisnya langsung mengirimkan ke email omahseribusatu@gmail.com atau buku-buku pdf. itu telah disebarkan secara resmi oleh penerbit, penulis atau
jejaring penulisnya.
Ala kulli hal, di tengah gencarnya kampanye
gerakan literasi nasional, saudara-saudara kita di daerah terpencil masih
sangat kesulitan untuk bisa mengakses buku, apalagi buku murah. Memesan buku
secara online, selain akses internet
yang juga memang belum merata biaya ongkos kirim juga cukup mahal.
Mendirikan Taman Baca Masyarakat di tengah kota, atau daerah yang mudah
diakses tentu tak seberat mendirikan Taman Baca di pedalaman. Bukan soal
tradisi dan kultur masyarakatnya, tetapi akses mereka terhadap buku juga
menjadi kendala utama menggalakkan tradisi membaca. Untuk itu, saya selama
menyediakan Lapak Baca untuk warga
memilih membeli secara mandiri, dan bersedia mengalah agar para donatur buku lebih
memprioritaskan berdonasi untuk mereka yang tinggal di pedalaman.
Anda yang mampu membeli buku,
memiliki akses mudah tetapi masih berat untuk
membeli?
Selamat Hari Buku Nasional!
0 Comments: