Idris, ayah dari Imam Syafi’i adalah seorang
pemuda saleh dari Mekkah yang merantau ke Ghaza, Palestina. Di Ghaza ia bertemu
dengan Fatimah binti Ubaidillah, yang dinikahinya tanpa sengaja.
Dalam cerita yang sangat masyhur, Idris yang
sedang berjalan menyusuri sungai menemukan sebuah delima yang hanyut terbawa
arus, karena lapar ia langsung memakan buah tersebut. Namun, selesai memakannya ia
menyesal. Ia pun akhirnya berusaha mencari pemilik buah tersebut. Pengorbanan
dan kejujurannya untuk meminta kerelaan si pemilik buah itulah yang akhirnya menjadi
jalan mendapatkan perempuan salehah, Fatimah putri dari Ubaidillah si pemilik
buah.
Imam Syafii memang lahir dari kedua orang tua
yang taat.
Kisah lain, Imam Ghazali juga lahir dari orang
tua yang taat. Ayahnya tak kunjung henti berdoa agar dikaruniai anak yang alim
seperti ulama-ulama yang ia ikuti majelis ilmunya.
Bahkan, jika kita telisik lebih jauh, Ibrahim khalilullah, bapaknya para nabi, adalah sosok
yang tak pernah jeda memanjatkan doa kepada Allah, agar dikaruniai anak yang
kelak bisa menjadi imam bagi orang-orang bertakwa (li al muttaqiena imamaa).
Begitulah juga Dailami, tokoh dalam novel Hati Langit karya Hairul Faisal ini,
sosok yang sering menyebut dirinya sebagai ‘kiai kampung’ adalah anak yang
lahir dari doa-doa abah dan kakeknya, KH. Abu Hurairah dan Puangnai Kadir.
Dailami adalah anak yang diharapkan lahir untuk
mewariskan dan melanjutkan estafeta dakwah, mengajarkan kebajikan-kebajikan
yang telah dirintis orang tuanya, di Kepulauan Sapeken, pulau yang jauh
terpencil di ujung paling timur, Jawa Timur.
Hairul Faisal, jurnalis Jawa Pos yang pernah nyantri di
Pesantren Abu Hurairah yang diasuh KH. Ad Dailami, secara piawai meracik setiap
kata sehingga menjadi narasi yang menggugah dan menginspirasi.
Serpihan-serpihan cerita masa lalu yang jarang diketahui -bahkan oleh keluarga
besar KH. Abu Hurairah- tentang perjuangan Puang Jambol (sebutan populer KH.
Abu Hurairah) dan masa kecil Dailami, berhasil dirajut menjadi permadani mewah,
berlukiskan tatahan-tatahan informasi masa lalu kepulauan.
Novel Hati
Langit, bukan hanya soal biografi seorang tokoh, tetapi juga menjadi salah
satu sumber mata air keteladanan bagi para orang tua, yang memimpikan anaknya
menjadi pejuang. Novel ini bisa menjadi azimat untuk bertahan melahirkan dan
membentuk anak yang cerdas, berwawasan luas dan tetap memiliki akhlakul karimah, di tengah serbuan
teknologi yang semakin mengaburkan nilai-nilai keadaban.
Di novel ini, Dailami kecil rela mengorbankan
waktu bermainnya digunakan untuk terus belajar. Meski begitu, ia mengaku
menikmati, tidak pernah mengeluh dan protes. Dailami menyadari bahwa ia memang
sedang dipersiapkan untuk menjadi ulama, pewaris ajaran Rasulullah SAW, yang
diemban abahnya (hal. 72). Dan, kondisi itu tentu karena KH. Abu Hurairah,
selalu mengajaknya bicara dan memberinya petuah setiap kali ada kesempatan
(hal. 66-79).
Tak melulu bericerita Dailami kecil, yang
merantau ke Bangil setelah menamatkan sekolah dasar, untuk melanjutkan
pendidikan di pesantren dan belajar kepada para alim, kiai dan ulama-ulama
besar seperti Ustaz Abdul Qadir Hassan, hingga kembali pulang, menyiarkan Islam
dan mendirikan pesantren. Lebih jauh, novel itu juga bicara tentang perjuangan
KH. Abu Hurairah bersama murid-muridnya, menentang Belanda yang menguasai Kepulauan
Sapeken setelah Agresi Militer Belanda yang pertama, 21 Juli 1947.
Ada banyak peristiwa sejarah dan peran tokoh
yang terekam dalam novel setebal 378 halaman ini. Maka, sekali lagi novel ini
menjadi sangat penting dibaca, baik sebagai penyemangat, panduan mendidik anak
maupun sebagai dokumen sejarah.
Selamat buat Hairul Faisal yang telah
melahirkan karya yang maha penting ini.
0 Comments: