Banyaknya permintaan kader HMI untuk memuat tulisan terkait
Nilai Dasar Perjuangan (NDP) atau segala hal berkait-ikat dengan NDP, maka
dengan ini saya tampilkan secara khusus Ruang
NDP di blog ini.
Ruang ini tentu tak melulu berisi tulisan dan
pemikiran-pemikiran saya. Bahkan, bisa jadi akan lebih banyak pemikiran para
alumni, instruktur atau kader HMI yang lain.
Harapannya, Ruang NDP bisa
menjadi ruang dialog terbuka, dinamis dan interaktif antar pemikiran.
Prolog;
Selamat Datang di Ruang NDP HMI
Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan NDP HMI pada awalnya oleh para perumusnya berpikir untuk diberi
nama Nilai Dasar Islam (NDI), akan tetapi berdasarkan pertimbangan bahwa
pemberian nama tersebut akan menjadikan klaim kita menjadi lebih besar untuk
kemudian menyebutnya sebagai Nilai Dasar Islam. Sehingga penamaan dengan
Nilai-nilai Dasar Perjuangan itu disesuaikan dengan aktivitas kita sebagai
mahasiswa, dan berdasarkan peran HMI sebagai organisasi perjuangan.
Sebagai dokumen organisasi apalagi organisasi Mahasiswa, NDP
itu cukup tua. Sehingga dengan sendirinya memungkinkan untuk dirubah dalam arti
dikembangkan. Gagasan seperti ini pernah mengemuka dan menggeliat dalam tubuh
organisasi ini utamanya dalam dekade tahun 2000-an sebagai respon terhadap
perubahan dan perkembangan zaman (baca: abad 21) yang seakan-akan merupakan
pengjungkirbalikan tatanan kehidupan sebelumnya. Perubahan itu terjadi pada
sistem nilai, termasuk pengembangan moral yg bersifat imperative.
Gagasan seperti ini sebenarnya baik untuk psikologi organisasi
utamanya para kader HMI sehingga tidak terjebak pada sebuah pahaman yang
menjadikan NDP HMI sebagai sesuatu yang sakral, baku dan final. Implikasi dari
cara berpikir seperti ini justru akan menjadikan kader HMI jauh dari melakukan
pembacaan NDP dengan baik dan benar, sehingga membuat mereka gagal memahami NDP
yang kemudian kehilangan pemaknaan.
Values (Nilai-nilai) dalam NDP tentu saja tidak berubah, akan
tetapi pengungkapan dan tekanan pada implikasi NDP itu mungkin untuk diubah,
Sebab sepanjang sejarah, Tauhid wujudnya sama, yaitu paham pada Ketuhanan Yang
Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinyalah yang berubah-ubah, implikasi
Tauhid itu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Setiap generasi bertanggungjawab pada sejarah yang
menyertainya, dan progresifitas perubahan menjadi keniscayaan dari setiap
sejarah. Begitupun halnya dengan sebuah organisasi pasti diwarnai perubahan,
dan organisasi yang tidak mampu mengikuti pola perubahan yang terjadi pada
zamannya akan tertinggal jauh dan menjadi organisasi yang terbelakang, sehingga
wacana perubahan masih sangat identik dengan parsialitas perubahan yang niscaya
harus direspon oleh setiap kader. Tuntutan inilah yang mendorong keterbukaan
dan progresifitas, karena wacana yang anti kepada perubahan adalah kejumudan,
ketertutupan terhadap realitas yang mengalami perubahan dan cenderung bersifat
status quo dalam memapankan kekuasaan.
Hidup beriman, tentu saja personal, pribadi sifatnya. Setiap
manusia itu harus menyadari, tidak bisa tidak harus punya nilai. Oleh karena
itu iman adalah sesuatu yang primer. Iman adalah segalanya. Oleh karena iman
adalah sandaran nilai kita. Hidup berilmu, berarti memiliki kecintaan terhadap
ilmu, dan kecintaan terhadap ilmu termasuk kemuliaan cita-cita. Ilmu adalah
sebaik-baik perbendaharaan dan yang paling indahnya, Ia ringan dibawa, namun
besar manfaatnya. Di tengahtengah orang banyak ia indah, dan dalam kesendirian
ia menghibur. Hal ini dikarenakan bagian terpenting ilmu adalah
kelemahlembutan, sedangkan cacatnya adalah penyimpangan. Hidup berilmu
menjadikan kita sebagai orang yang terus menerus mengembangkan tradisi
intelektual sehingga kita tidak sering kehilangan jejak dan pada akhirnya
membuat kita lepas dari kesadaran.
Kesadaran mengorientasikan hidup kepada Allah. Allah asal tujuan dan segala yang ada dalam hidup ini. Oleh karena itu, perjalanan hidup kita sebetulnya menuju kepada Allah (Taqarrub ila llah) sehingga seluruh perbuatan kita harus lillaahi ta’ala, dalam al-Qur’an disebutkan ‘mencari muka Tuhan’. Jadi, hidup memang mencari muka yakni mencari muka Tuhan, yakni bagaimana melakukan sesuatu yang berkenan pada Tuhan, mendapatkan ridha-Nya.
Kita menuju kepada Allah, taqarrub kepada Allah. mendekati
Tuhan adalah dinamis; dan iman itu dinamis, bisa berkurang dan bisa bertambah
serta bergerak terus menerus. Sehingga agama sering dilukiskan sebagai jalan
utamanya Islam oleh karena mendekat kepada Tuhan tidak harus sekali jadi tetapi
harus melalui proses. Dalam proses inilah pentingnya Ijtihad, Maka dari itu
kemudian ijtihad harus terus menerus dilakukan. Karena, Tuhan tidak pernah bisa
untuk dicapai tapi kita harus dituntut untuk mendekatkan diri pada Tuhan,
semakin dekat, maka ada proses dinamis, dan itu jadi ijtihad.
Ijtihad,
Jihad, Juhud, mujahadah mengandung makna bekerja keras, bekerja
dengan sungguh-sungguh. “Barang siapa
bersungguh-sungguh berusaha untuk mendekati Tuhan, maka akan Tuhan tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan.” Jalan
menuju Tuhan itu subulussalam (berbagai
jalan menuju keselamatan). Jadi dengan iman kita mengorientasikan hidup kita
kepada Allah, kemudian berilmu karena perjalanan menuju Allah itu berhimpit
dengan hati nurani kita tapi disitu ada masalah perkembangan. Oleh karena itu
kita harus berilmu, harus mujahadah. Semua itu tentu saja tidak mempunyai arti
apa-apa, sebelum kita amalkan, kita wujudkan dalam amal perbuatan. Maka dari
itu ideologi, tidak bisa menjadi mutlak. Ideologi itu berkembang, ilmu
pengetahuan pun berkembang, tidak ada yang benarbenar mutlak.
Kita harus menyejarah,
bersatu dengan suatu konsep historis dan karena itu kita menjadi dinamis, terus
berkembang, tidak ada yang harga mati. Oleh karena itu, orientasi hidup kepada
Allah yang dalam bahasa agamanya beriman kepada Allah itu sering kali dalam
al-Qur’an dikontraskan dengan beriman kepada Thaghut. Thaghut tiada lain adalah
tirani, sikap-sikap tirani, sikap memaksakan suatu kehendak kepada orang lain.
Jika kita telah memaksa berarti kita telah terjerembab pada perilaku tiran,
tentu saja tirani yang paling berbahaya adalah tirani politik. Islam adalah
ajaran yang sama sekali tidak membenarkan tirani, konsekuensi dari sikap hidup
seperti ini adalah mengembangkan pola sikap hidup demokratis, sikap bermuswarah
dan lainnya.
Dengan demikian NDP HMI membatasi pembicaraan kepada hal-hal
prinsipil dan strategis, yaitu nilai-nilai dasar yang akan langsung
mempengaruhi cara berpikir kita, pandangan hidup kita.
Tabik.
0 Comments: