Pengantar
Banyak kekeliruan memahami pokok
persoalan, karena salah ‘mengerti’, salah memberikan ‘makna’ atau salah
mendefinisikan. Maka, untuk masuk dalam pembahasan Nilai Dasar Perjuangan (NDP)
HMI sangat penting untuk mengetahui tentang definisi, bagaimana kaidah
menetapkan definisi. (Saya juga pernah menulis tentang takrif di sini)
Berikut ini adalah tulisan Azis Anwar yang
menurut saya cukup detail membahas tentang definisi.
-----
Dari sejak zaman Aristoteles, Ibn Sina,
al-Ghazali, as-Sullam al-Munawraq, hingga Madilog-nya
Tan Malaka, ilmu logika/mantiq menyatakan bahwa definisi yang sempurna (hadd
tamm) disusun oleh genus terdekat (jins qarib) plus differentia (fashl)
yang membentuk esensi dari X (yang membuat X adalah X). Bila definisi itu
disusun dengan genus jauh (jins ba’id), definisi itu kurang sempurna (hadd
naqish). Bila definisi memakai sifat/aksiden (‘ardh), baik umum
maupun khusus, dan bukan dengan differentia, maka ia disebut deskripsi (rasm)
saja.
Contoh yang paling sering dipakai, sejak
Aristoteles hingga Madilog, ialah definisi manusia (al-insan), yakni
hewan yang berpikir (hayawan nathiq). “Hayawan” adalah genus
terdekat, “nathiq” adalah differentia-nya, yang memisahkan manusia dari
spesies lain dalam genus hewan. Bila pengertian manusia dinyatakan dengan
“hewan yang tertawa” (tertawa adalah ‘ardh khash) atau “hewan yang
makan” (makan adalah ardh ‘amm), pengertian ini bukanlah definisi (hadd),
melainkan deskripsi (rasm).
Definisi berfungsi memberikan pengertian
yang jami’ (menginklusi segala spesies yang harus masuk dalam
pengertian yang hendak dibuat definisinya) sekaligus mani’
(mengeksklusi yang tak boleh masuk dalam pengertian itu) serta menjelaskan
esensi (mahiyah) dari spesies itu.
Definisi yang baik justru adalah yang
sesingkat-padat mungkin dan semudah mungkin dipahami, yakni dengan
mengidentifikasi genus terdekatnya dan differentia-nya. Karena itu, dalam
film 3 Idiots, definisi mesin yang disampaikan Rancho, yang simpel
dan mudah dipahami meski kurang sempurna, masih lebih baik sebagai suatu
definisi ketimbang yang dikatakan Catur, yang panjang itu. Definisi mesin ala
Rancho itu ialah “everything that reduces human effort and saves time”—“everything”
sebagai genus terlalu jauh, dan ia bisa dibuat lebih dekat lagi, misalnya,
dengan “perkakas material”.
Membuat definisi adalah puncak dari apa yang dalam logika/mantiq disebut dengan tashawwur. Mantiq menyatakan bahwa segala ilmu pengetahuan (rasional) terbagi ke dalam dua jenis, yakni tashawwur (apprehension) dan tashdiq (affirmation). Tashawwur adalah abstraksi/pengertian suatu konsep, sementara tashdiq mengurai hubungan antara satu konsep dengan konsep lain. Bila puncak tashdiq adalah silogisme (qiyas), puncak tashawwur adalah membuat definisi sempurna (hadd tamm).
Yang paling rumit dalam pembuatan definisi
ialah identifikasi differentia-nya. Pertama yang harus dilakukan ialah
mendaftar spesies apa saja yang berada dalam genus yang sama dengan spesies
yang hendak didefinisikan, lalu menyaring sifat mana dari segala sifat yang
dimiliki spesies itu yang membuatnya distingtif dari spesies-spesies lain dalam
genus yang sama. Karena ini, identifikasi differentia memiliki daya mengeksklusi.
Contoh: apa definisi agama? Sebutlah
genus-nya, mengikuti yang banyak dipakai di sejumlah buku daras, ialah “sistem
kepercayaan”. Apa differentia-nya? Jika orang menyebut “yang mengandung konsep
mengenai Tuhan, nabi, dan kitab suci”, ia rentan mengeksklusi Buddhisme
Teravada dan Konfusianisme karena kedua sistem kepercayaan ini tak memiliki
konsep Tuhan (persisnya Tuhan-personal ala agama Abrahamik), apalagi
kepercayaan lokal yang tak memiliki nabi dan kitab suci.
Contoh lain: apa definisi Islam Nusantara?
Genusnya jelas Islam. Apa differentia-nya? Jika orang menyebut “yang moderat,
toleran”, ia tak memerikan sifat distingtif, sebab sifat-sifat ini didaku,
dipunyai, atau diyakini dipunyai oleh bentuk Islam lain. Sifat ini masuk dalam
kategori ardh amm, bukan fashl, dan karena itu
pengertian ini tergolong sebagai rasm, bukan hadd. Bila
differentia-nya adalah “yang dipraktikkan Nusantara”, ia terlalu jami’,
menginklusi segala yang dipraktikkan di Nusantara, baik yang ekstrem maupun
yang moderat. Bila differentia-nya adalah “yang akomodatif terhadap kultur
lokal”, dan yang dimaksud dengan ini ialah penerimaan praktik tradisional
seperti tahlilan, kenduri, dlsb, sebagai praktik yang sah/valid sebagai praktik
Islami, maka implikasinya ialah bahwa Islam yang menolak praktik ini, sekalipun
argumennya sah/valid dan tumbuh/diyakini banyak orang di Nusantara, bukanlah
Islam Nusantara.
Jangan salah, saya tak menolak sama sekali
Islam Nusantara, sekalipun ia tak begitu jelas definisinya atau setidaknya
orang-orang memberikan pengertian yang berbeda-beda terhadapnya. Yang saya
pegang, dalam kapasitas saya yang hanya orang biasa ini (ah, siapalah ambo
ini?), ialah niat di baliknya dan apa yang hendak ditentangnya. Saya percaya
bahwa sebagian besar orang yang mempromosikannya berniat baik, yakni
mendakwahkan Islam yang lentur terhadap budaya lokal dan menentang sikap
keislaman yang mudah menyesatkan dan mengafirkan. Meski definisinya tak jelas,
(atau malah tak perlu didefinisikan?), penerimaan tetap bisa dilakukan dalam kerangka
pengertian via negativa. Bila Islam Nusantara = anti-takfiri, dan
dengan demikian takfirisme harus dieksklusi dalam cakupan makna Islam
Nusantara, maka oke, dukung!
Walakin, diskusi akan tetap lain kala
menyangkut pembuatan definisi. Saya dalam soal ini masih ingin mengikuti
prosedur mantiq.
Penulis: Azis Anwar
Comments
Post a Comment